Ketua Umum Lembaga Independen Pemantau Demokrasi (LISAN), Hendarsam Marantoko dengan tegas menolak wacana yang mengusulkan agar Kepolisian Republik Indonesia (Polri) ditempatkan di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Ia menganggap wacana tersebut sebagai bentuk kemunduran dalam berdemokrasi dan pengkhianatan terhadap cita-cita reformasi.
“Wacana yang dilontarkan oleh PDIP untuk menempatkan Polri di bawah Kemendagri adalah ancaman serius bagi demokrasi kita,” ungkap ujar Hendarsam dalam keterangan tertulis pada Rabu (4/12/2024).
“Ini adalah pemikiran yang ngawur dan sesat. Polri, yang seharusnya independen, justru akan disubordinasi di bawah kementerian,” tegasnya.
Hendarsam menilai bahwa PDIP sedang berusaha melancarkan agenda/-agenda yang dapat merongrong prinsip-prinsip demokrasi.
Ia menegaskan bahwa struktur Polri saat ini sudah jauh lebih ideal dan sesuai dengan prinsip-prinsip reformasi yang telah dicapai.
“Struktur Polri saat ini sudah jauh lebih ideal. Jika Polri ditempatkan di bawah Kemendagri, maka akan sangat rentan menjadi alat politik. Terlebih jika Menteri Dalam Negeri berasal dari unsur partai politik, maka potensi politisasi akan semakin besar,” lanjutnya.
Ia juga menekankan adanya kontradiksi dalam pemikiran PDIP. Menurutnya, meskipun PDIP mengklaim sebagai partai yang memperjuangkan demokrasi, langkah ini menunjukkan pemikiran yang tidak demokratis.
Hendarsam mengingatkan bahwa Polri merupakan simbol dari reformasi, dan pada masa lalu, Presiden Megawati Soekarnoputri turut berperan dalam memisahkan Polri dari ABRI untuk menjaga independensinya.
“Polri itu simbol reformasi. Dulu, Ibu Mega sendiri yang turut andil dalam memisahkan Polri dari ABRI, agar Polri bisa independen. Sekarang, PDIP malah menunjukkan cara berpikir yang lebih gawat lagi,” lanjut Hendarsam.
Hendarsam juga menyayangkan bahwa gagasan ini tidak masuk ke dalam visi dan misi pasangan calon presiden Ganjar-Mahfud yang diusung PDIP pada Pilpres 2024.
Ia mempertanyakan mengapa gagasan ini baru muncul sekarang, padahal sebelumnya tidak pernah diwacanakan.
“Semua orang pasti bertanya-tanya, kenapa baru sekarang gagasan ini muncul? Dulu, ketika PDIP berkuasa, kenapa gagasan ini tidak pernah disampaikan? Kenapa hal ini tidak dimasukkan dalam program Ganjar-Mahfud pada Pilpres lalu?” ujarnya.
Menurut Hendarsam, penguatan demokrasi seharusnya selaras dengan penataan struktur kelembagaan.
Ia menekankan bahwa Polri, sebagai institusi yang sangat penting, harus tetap independen dan dijaga sesuai dengan semangat reformasi.
“Saya setuju bahwa evaluasi dan perbaikan terhadap kinerja kelembagaan, termasuk Polri, harus selalu dilakukan. Tetapi, jangan sampai karena faktor politis, kita justru membunuh semangat reformasi dan demokrasi,” tutup Hendarsam.
Politisi PDIP Deddy Sitorus mengusulkan agar Polri sebaiknya di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atau kembali digabung dengan TNI.
Hal ini merujuk pada tindak tanduk Polri yang semakin jauh dari tupoksinya, yakni ikut cawe-cawe di politik praktis seperti pilkada atau pilpres.
Karena itu Deddy Sitorus ingin Polri dibenahi agar profesional, dan tak disebut sebagai partai coklat atau parcok.
Terkait wacana itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian keberatan soal usulan Polri di bawah Kemendagri.
Mendagri mengatakan Polri tidak bisa dipisahkan dari presiden. “Saya berkeberatan,” ujar Tito dikutip dari Tribunnews.com
Tito tidak menjelaskan alasan keberatannya. Dia hanya menegaskan Polri tidak bisa dipisahkan dari Presiden. Ia menyebut sudah menjadi kehendak reformasi bahwa Polri di bawah presiden.
“Ya karena dari dulu memang sudah dipisahkan di bawah presiden, itu kehendak reformasi sudah itu saja,” tuturnya.
Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Gerindra Longki Djanggola, juga tak setuju dengan usulan institusi Polri berada di bawah Kemendagri.
Menurutnya, hal itu semakin memperpanjang rantai birokrasi.
“Nantinya dalam pengambilan kebijakan dan keputusan, semakin memperpanjang rantai birokrasi,” katanya.
Dia menekankan, jika Polri di bawah Kemendagri, menjadikan tanggung jawab kementerian itu lebih besar.
Apalagi saat ini Kemendagri sudah terlalu banyak mengurus urusan pemerintahan dalam negeri.
“Saat ini sudah era digital, memerlukan penanganan yang cepat dan terukur,” ucapnya. Selain itu, menurutnya wacana Polri dibawah Kemendagri tidak tepat.
Sehingga, dia menilai Polri sudah tepat berada di bawah kendali presiden RI. “Artinya, tidak ada kekuatan-kekuatan lain yang bisa intervensi Polri kecuali presiden,” pungkasnya
Usulan ini sebelumnya disampaikan Ketua DPP PDIP dibidang Pemenangan Pemilu Eksekutif, Deddy Sitorus.
Usulan ini muncul sebagai respon atas hasil Pilkada seremtak 2024 di sejumlah wilayah yang indikasi adanya pengerahan aparat kepolisian.
“Kami sedang mendalami kemungkinan untuk memdorong kembali agar Polri kembali dibawah kendali Panglima TNI atau agar Polri dikembalikan ke bawah Kemendagri,” kata Deddy dikantor DPP PDIP, Kamis (28/11/2024)
Deddy berharap, usulan ini akan disetujui DPR RI agar tugas polisi juga direduksi sebatas urusan lalu lintas, patroli menjaga kondusivitas perumahan, serta reserse untuk keperluan mengusut dan menuntaskan kasus-kasus kejahatan hingga pengadilan.