Akuratlampung, Lampung Timur – Sengketa lingkungan hidup yang terjadi di Desa Sukorahayu Lampung Timur masih juga belum diatasi, alih-alih menyelesaikan persoalan, pemerintah justru segan mengambil langkah konkret atas desakan aspirasi dan kekhawatiran dari masyarakat yang terdampak langsung kegiatan pertambangan tersebut.
Sementara, Walhi menilai aktivitas eksploitasi tambang pasir berpotensi menyebabkan longsor terutama bagi daerah permukiman yang berdekatan dengan lokasi lahan, selain itu juga pelestarian lingkungan bekas galian tambang menyisakan kenangan pahit bagi masyarakat di Lampung Timur, Kamis (21/11/2024).
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung, Irfan Tri Musri membeberkan bahwa kegiatan eksploitasi pertambangan dipastikan menimbulkan potensi kerusakan lingkungan.
“Dengan kegiatan eksploitasi pertambangan secara masif itu akan menggerus wilayah-wilayah di sekitar pinggirannya, sehingga kemungkinan potensi longsor bisa terjadi bukan hanya di sekitaran lahan tambang saja, tetapi juga berdampak pada permukiman warga,” terang Direktur Eksekutif Walhi Lampung kepada akuratlampung.com dalam wawancaranya.
Selain demikian, Irfan Tri Musri memaparkan bahwa, adapun limbah hasil penggalian tambang tersebut akan juga merusak ekosistem kelestarian lingkungan hidup yang menyebabkan kesuburan tanah sekitar menurun.
Walhi juga menyorot terkait lubang-lubang bekas galian tambang yang berpotensi mengancam keselamatan nyawa masyarakat terutama anak-anak.
Perlu kita pastikan juga bagaimana proses pengelolaan pengawasan yang dilakukan perusahaan itu dilaksanakan, sehingga masyarakat tidak keluar masuk area tambang. Karena peristiwa tenggelamnya anak di lubang bekas galian tambang ini telah terjadi beberapa kali di Lampung,” beber Irfan.
Menyikapi pemberitaan yang telah terbit sebelumnya, Walhi pun juga mempertanyakan pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota terkait pengawasan penanggulangan reklamasi atas kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh kegiatan pertambangan di Lampung.
“Sudah sejauh mana hal itu dilakukan oleh pemerintah, sudah ada belum pemerintah melakukan pengelolaan penanggulangan reklamasi pasca tambang di Lampung? Karena reklamasi pasca tambang bukan sekadar menimbun lubang, tetapi bagaimana kita dapat memastikan kualitas tanah di lubang bekas galian tambang itu dapat dikembalikan seperti semula,” papar Irfan.
Sementara, Walhi pun juga mendorong, agar pemerintah dapat proaktif menyelesaikan persoalan dengan lebih memerhatikan kepentingan orang banyak. Menurutnya pemerintah itu tidak bisa hanya bersandar pada prosedur normatif karna pihak perusahaan administrasinya lengkap dan telah miliki izin langsung itu dianggap clean and clear.
“Nah ini kan ada masyarakat yang akan berdampak langsung bersuara, apa yang menjadi keresahan mereka seharusnya ditampung juga, jadi pemerintah jangan cuma melayani satu sisi hanya menampung aspirasi dari pihak perusahaan terlepas itu sudah berizin atau belum,” tegasnya.
Walhi membeberkan bahwa masyarakat terdampak di Desa Sukorahayu itu tidak menginginkan adanya pertambangan tersebut. Karena mereka khawatir lingkungan tempat tinggalnya menjadi rusak karena aktivitas tambang seperti yang kerap terjadi di tempat lain.
“Saat kami bertemu dengan masyarakat, mereka menolak keras adanya kegiatan tambang diwilayahnya, dan meminta kepada pemerintah untuk mencabut ijin tambang tersebut atau kegiatan tambang harus jauh dari permukiman warga oleh karena itu kita mendorong agar izinnya tersebut ditinjau ulang,” jelasnya.
“Yang membedakan masyarakat di Sukorahayu ini, mereka telah memiliki pendirian juga pemahaman sehingga melayangkan protes, karena tidak mau kondisi lingkungannya mengalami kerusakan seperti di pasir sakti, sebetulnya perlu dipertanyakan juga jangan-jangan masyarakatnya di tempat lain itu menjadi bagian juga dari para pelaku aktivitas tambang liar,” tutupnya. (Jul)